A Cry

I don’t cry easily.

Itulah mengapa mereka tidak menyukai saya. Kadang, saya pun begitu.

Tapi saya tahu, kamu tidak akan membenci saya karena itu. Lebih daripada siapa pun, kamu satu-satunya yang dapat melihat jauh ke dalam dan menemukan bagaimana diri saya sebenarnya. Saya tahu kamu akan memaklumi. Saya tahu kamu hanya akan tersenyum penuh pengetian seperti biasanya saat kita bicara tentang topik favorit kita, saya. Namun demikian, saya akan tetap meminta maaf padamu. Saya tak pantas berlindung di balik alasan atas habisnya persediaan air mata saya.

Kamu yang telah sangat baik pada saya, mohon maafkanlah wanita ini yang dua minggu lalu tidak menitikkan air mata setetes pun. Maafkanlah wanita ini yang dua minggu lalu tidak bergeming dari balik laptop dan dua monitornya sementara suara di telepon genggam dengan terisak mengabarkan kabarmu.

“Lee, mas telah meninggalkan kita semua…………….,”

Ia di balik telepon genggam itu terus menangis terisak. Saya tidak ingat bagaimana kami menyudahi pembicaraan itu. Namun saya terus teringat perjumpaan pertama saya dengan kamu.

Saya tidak menangis saat kita pertama bertemu, sebagaimana dua minggu lalu pun begitu. Padahal saya bertemu kamu untuk membantu saya menangis. Orang-orang jenuh, saya pun jenuh. Kala itu semua menyimpulkan sudah saatnya saya harus menangis keras-keras. Lalu mereka pun menyarankan saya bertemu denganmu. Tidak disangka, kamu malah menyumbat salurannya sehingga air mata yang persediaannya sudah sedikit itu semakin seret keluar.

Air mata bukan bagian dari cerita kita.

Saya pernah mempertanyakan ini dalam diri saya. Mengapa? Mengapa kamu biarkan yang lain berlari mengadu padamu dan menangis dengan keras? Sementara pada saya kamu malah membicarakan Spongebob Squarepants dan fenomena Facebook.

Air mata ternyata memang tidak pernah menjadi bagian dari cerita kita.

Ya, saya teringat akan hal itu. Itulah mengapa saya sangat yakin kamu akan mengerti mengapa setelah dua minggu ini, saya menangis.

Kamu yang mampu melihat ke dalam diri dan menemukan siapa sebenarnya saya, kamu tahu bahwa kamu tidak akan pernah terlupakan.

Selamat jalan sahabat, kakak dalam perjalanan hidup.

Selamat jalan Mas Seno….

Cari Suami

…….

“Gw resign, Lee.”

Jeder!! Di siang bolong yg riweh dengan setumpuk dokumen di depan mata, hampir saja kopi saya tumpah demi mendengar sebaris kalimat dari sahabat perempuan yang satu ini.

“Tunggu…., tunggu….!! What the….. HAH?!!”

“Iya gw resign! Loe tau kan kalo gak mungkin semua itu terwujud kalo gw masih begini terus!”

“Tapi loe kan udah ‘Manager’, Ka! Manager! Loe gak sayang?!”

“Yah…, mau gimana lagi. Buat kebaikan semua orang juga. Biar nyokap gw gak khawatir lagi, biar masa biologis gw gak lewat gitu aja!”

Saya bengong.

“Masa biologis…? What ever, deh! Tapi masa loe resign demi cari suami?!!”

And the day just started again.

Aku Tau Kamu Cinta

Angin sepoi-sepoi menyelusup masuk dari celah jendela, membawa masuk aroma tanah basah yang sejenak menimbulkan kesegaran pada rumah mungil di sudut jalan yang lama tak disinggahi penghuninya.

Dari balik jendela tampak seorang lelaki sedang berdiri menyeduh kopi. Di depannya seorang perempuan sedang menyandarkan diri pada kursi makan sembari menyelusupkan sebatang rokok di antara bibirnya yang tipis dengan jemarinya yang kurus. Dihisapnya rokok itu perlahan, lalu tersenyum.

“Kamu tampak sehat,” ujarnya pada lelaki di depannya.

Lelaki itu meletakkan cangkir kopinya di meja, dan tersenyum balik.

“Kamu juga,” balasnya lembut.

Mata mereka pun beradu.

Sejenak ruang dan waktu terasa lenyap bagai ditelan bumi. Keberadaan sosok di hadapan mereka mendesak masuk ke rongga dada, menyeruak ke dalam paru dan terasa begitu menyesakkan hingga seketika membawa mereka kembali ke realita masing-masing.

Sang perempuan mendekap tubuhnya sendiri yang gemetar. Si lelaki menjatuhkan dirinya di kursi makan, terengah-engah.

Lalu sepuluh menit berlalu dengan keheningan. Waktu kembali hadir di antara mereka.

Si lelaki menggigit bibir, menatap lantai dan berujar.

“Aku masih mencintaimu, tau,”

Kali ini lima menit berlalu dengan hampa. Tidak ada lagi dorongan ilusif yang menyesakkan rongga dada. Semilir udara dingin lewat membawa sisa kata-kata yang lenyap begitu saja.

Sang perempuan meraih kotak rokok putihnya, mengambil sebatang dan menyelipkannya di antara bibir tipisnya, dihisapnya dalam-dalam. Air mata mengalir.

“Aku juga cinta, tau,” ujarnya getir.

Si lelaki mengangkat wajah, meneliti tiap-tiap lekuk tubuh sang perempuan. Pandangannya terhenti pada wajah sang perempuan. Diangkatnya tangannya, dibelainya kulit wajah putih pucat si perempuan perlahan. Sang perempuan seketika memejamkan mata dan menggeretakkan gigi, mencegah dirinya untuk berlari atau bahkan menggerakkan badan.

Si lelaki seketika menarik tangannya. Tersadar dirinya. Teringat ia kali terakhir mendaratkan tangannya di situ seketika sebuah gambar abstrak berwarna biru – ungu tercipta.

Terjatuh ia di lantai, menelungkupkan dirinya dan terisak.

“……, tapi aku mencintaimu! Aku mencintaimu, tau!” serunya dalam isaknya.

Sang perempuan menatap nanar pada dinding di hadapannya.

“Ya, aku tau…….,” jawabnya lirih.

Dilemparkannya batang rokok yang telah mati sedari tadi. Dilangkahkannya kakinya ke arah si lelaki. Diangkatnya wajah berahang keras si lelaki yang masih gemetar dan ditatapnya mata yang basah dengan air mata itu.

“Aku tau kamu cinta……  Lalu, kamu masih mau cerai?” katanya sendu pada si lelaki.

Angin dingin kembali masuk dari celah-celah jendela rumah mungil di sudut jalan yang lama tak disinggahi penghuninya.

¤

Lost in Translation

Kisah nyata di bawah ini diceritakan kembali dengan semangat saling menghargai sebagai sesama warga dunia

————-

#1 – Karena Nila Setitik Rusak Susu Sebelanga

Mr. Watanabe  : (berbicara pada sekretarisnya, Saskia, sambil memeriksa dokumen)

Zasukia chan, tolong minta Widi jemput Yamada san di ‘Sharanggorilla’, ya”

Saskia                  : (mengerutkan kening) “Di mana, Watanabe san?”

Mr. Watanabe  : “Sharanggorilla,”

Saskia                  : “Sarang gorilla??”

Mr. Watanabe  : (mengangkat wajahnya)   “Iya, Sharanggorilla! Yamada san menginap di sana kan,”

Saskia                  : (semakin bingung – berpikir bahwa sama sekali mustahil kalau Yamada san, si General Manager of Business Expansion &

Strategy, entah bagaimana bisa- bisanya menginap di…….. Sarang Gorilla??)

“Tidak mungkin, Watanabe san….,” (wajah putus asa)

Mr. Watanabe  : “Kenapa tidak mungkin, yaa…?? Kantoru kita bisa bayar , yaaaaa..!!” (protes)

Saskia                  : “Tapi…….,”

Mr. Watanabe  : “Kenapa sih?? Widi pasti tahu tempatnyaaaa…!” (Mr. Watanabe mulai tidak sabar)

Saskia                  : “Di……., Ragunan??”

Mr. Watanabe  : “Ragunan? Kok Ragunan?? Salahhh…!! Sharanggorilla tidak jauh, yaaa! Cuma sapuluh miniiitt…!!”

Saskia                  : “Sepuluh menit? Memangnya ada di mana sih, Watanabe san?”

Mr. Watanabe  :  (Mr. Watanabe mulai acak-acak rambut) “Aduuhhh, Zasukiaaa…!! Tamu kita kan sering nginap d sana…!! Itu lho, ada di

sebelah Wisuma BNI…!!”

Saskia                  : “Sebelah… Wisma…. BNI….? OHH…!! SHANGRI-LA….!!

Mr. Watanabe  :  “Iyaa….!! Sharanggorilla…!! Memangnya saya bilang apa??”

Saskia                  : “…………..,”

#2 – Gajah di Pelupuk Mata Tak Tampak, Kuman di Ujung Lautan Tampak

Mr. Sadahira     :  “Zasukia chaann, tolong telepon Widi, yaa. Birang saya mau ke Gunungburi,”

Saskia                  : (mengerutkan kening) “Ke mana, Sadahira san?”

Mr. Sadahira     : “Gunungburi,”

Saskia                  : “Tapi, jam 3 ada meeting dengan Nakayama san, lho!” (sambil menunjuk jam dinding yang menunjukkan pukul 13.45)

Mr. Sadahira     :  “Iya, saya tau. Saya cuma pirgi tiga puluh minit kok,”

Saskia                  : (menggeleng-gelengkan kepala) “Tidak mungkin tepat waktu, Sadahira san.”

Mr. Sadahira     :  “Eh, ke-na-pa? Tidak jauh ya..,”

Saskia                  : “Gunung Putri itu dari sini dua jam, Sadahira san.”

Mr. Sadahira     :  (mengerutkan kening)

“Tidak, yaaa….!! Rima minit saja! Ada di depan Puraza Sumanggi, yaaa…!!”

Saskia                  : (menghela napas…., ‘lagi-lagi…..’ – pikirnya)

“Oh, GEDUNG BRI? Iya, dehh…..,” (ngeloyor pergi)

Oh, nasibmu Saskia chan…….        

—————–

bay de wei, I’m backkkk….!! ^^