How would you like to be defined?
∞
“Itu siapa, Mam?” Tanya saya pada Ibunda sambil menunjuk seorang wanita berusia separuh baya yang baru saja selesai bercakap-cakap dengan beliau. Ibunda melihat sekilas.
“Oh, itu Ibu M,” jawab Ibunda pendek sambil melihat daftar SMS di Inbox HP beliau yang saya sodorkan sebelumnya. Sedari pagi tak henti-hentinya nada SMS berbunyi di HP mungil itu, sementara si empunya seperti biasa lupa membawanya dan meninggalkannya tergolek di meja kamar tamu rumah kami.
Saya manggut-manggut dan mulai berjalan mencari siapa pun yang sekiranya saya kenal. Resepsi pernikahan yang diadakan di gedung serba guna komplek tempat kami tinggal itu lumayan ramai (ya iya lah, lha wong yang diundang sa’komplek, kok!). Setelah putus asa menemukan bahwa tiada seorang pun anak muda yang saya kenal, saya pun menghampiri gubuk-gubukan yang berderet di dinding samping, siap menyerbu siomay, kambing guling, empal genthong dan teman-temannya yang niscaya langsung membuat kadar kolesterol naik.
Saya putuskan untuk mengantri di deretan pecinta kambing guling lebih dulu. Saat itulah tanpa sengaja saya mendengarkan percakapan si ibu yang tadi ngobrol dengan Ibunda saya.
“Eh jeung, tadi saya ngobrol dengan Bu Pane, lho. Anak sampeyan kuliah sa’angkatan sama anaknya Bu Pane di UGM tho?”
“Ho-oh. Kenapa, jeung?”
“Anaknya sekarang di Jakarta, sudah kerja di perusahaan Jepang,” jawab si Ibu.
Saya cengar-cengir bego. Rupanya si ibu tidak sadar bahwa yang jadi bahan pembicaraannya persis berdiri di belakangnya sambil pegang sendok dan piring kosong.
“Anaknya Bu Pane itu belum punya anak lho,”
Wadezig!!
“Padahal udah dua tahun nikah, kan? Wong Ratri anak sampeyan saja lagi hamil anak kedua,”
“Iyo…, yo….,” yang diajak bicara mengiyakan.
“Bu Pane bilang sih, katanya anaknya itu emang sengaja menunda punya anak. Terlalu sibuk sama kerjaannya. Lagian suaminya juga ndak ngeyel, terserah istrinya aja katanya. Nek sepantaran karo Ratri, berarti umure wes 29, tho? Apalagi yang ditunggu?!”
Yang diajak bicara masih mengiyakan.
“Ya gitu itu, kalo wanita jadi terlalu modern. Kerjanya di perusahaan asing, sudah tua tapi belum mau punya anak. Kasihan Bu Pane, padahal dia kelihatannya sudah kepengen gendong cucu,”
“Ho-oh. Oh yo, siapa itu nama anaknya Bu Pane itu? Aku kok lupa,”
“Emboh. Aku yo ndak ingat. Namanya susah,”
Gubrakk!!!
∞
Menurut ibu-ibu tadi, saya adalah anak pertama Bu Pane yang namanya mereka lupa. Anak wanita yang jadi terlalu modern sejak bekerja di perusahaan Jepang sehingga memutuskan untuk menunda punya anak walaupun sudah dua tahun menikah.