“Apa yang salah dari mencintai lelaki yang sudah dimiliki orang lain, Lee?”
Saya terdiam mendengar pertanyaan itu. Wanita yang menelepon saya ini telah setengah jam menumpahkan tragedi cinta segitiganya pada saya. Well, kalau cinta bisa disebut sebagai tragedi, mungkin cinta segitiga adalah salah satunya.
“Kalau cinta tidak pernah salah, lalu siapa yang salah? Aku yang tergoda rayuannya? Dia yang tidak puas dengan pasangannya? Atau pasangan yang super sibuk dan gak ngasih perhatian itu? Siapa?!”
Wanita ini mulai terisak.
“If everything happens for a reason, I really don’t have a clue what the purpose of all these s**ts!!”
Saya menghela napas. Masih terdiam. Tak kuasa mengatakan apa yang saya pikirkan.
“Honey, I believe everything happens for a reason. Tapi aku tidak percaya pada pepatah edan yang berkata bahwa cinta tidak harus memiliki. So, do you really wanna own this man?” – namun kata-kata ini hanya menggantung di langit-langit mulut saya, tanpa pernah terujar pada wanita ini yang nalarnya sedang tumpul.
Sampai saat ia datang menggedor daun pintu saya pagi harinya disertai isakan keras. Si pemilik sah laki-laki yang berada di sudut segitiga itu datang padanya beberapa jam sebelumnya, meninggalkan tanda mata merah pada pipi mulusnya dan sejuta sumpah serapah yang akan menghantui malam-malamnya sampai sepuluh tahun ke depan.
Saat ini, tiba-tiba saya teringat kata-kata yang hendak saya ucapkan tadi malam.